INTISARI

Sebuah kualitas media ditentukan oleh pasar pembacanya dan waktu akan membuktikan kehebatannya. Majalah Intisari telah membuktikan diri selama lebih dari empat dasawarsa sejak edisi perdananya pada tanggal 17 Agustus 1963. Hadir setiap bulan menampilkan beragam tulisan ilmiah, kesehatan, wisata, teknologi, cukilan buku, cerita kriminal, cuplikan kata-kata bijak dan artikel pilihan lainnya.

Spesifikasi
Format : Majalah
Periode terbit : Bulanan
Ukuran : 135 x 210 rnm
Jumlah : 192 halaman
Kategori : Media umum untuk keluarga


Menoleh ke belakang, puluhan tahun silam,di masa itulah majalah Intisari
terseret oleh putaran waktu.
Ketika itu seorang mahasiswa doktoral di Fakultas Sospol Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, diminta menjadi pemimpin redaksi majalah baru pengganti mingguan Star Weekly yang baru saja dibredel. Yang meminta PK Ojong, pemimpin redaksi mingguan itu, dan yang diminta Jakob Oetama.

Runding punya runding, disepakatilah majalah itu akan terbit bulanan, bersifat informasi yang menghadirkan pengetahuan populer. Soalnya, ada niat menjawab kehausan masyarakat Indonesia akan bahan bacaan akibat politik isolasi informasi internasional.

Intisari nomor satu lahir tak berbaju pada 17 Agustus 1963.

Artinya, sampulnya cuma halaman daftar isi.

Kertasnya pun kertas koran. Mengapa terbit pas Hari Proklamasi?

1st edition

Ternyata alasannya cukup muluk, turut berusaha membentuk dan memperkaya manusia Pantjasila Indonesia. Oleh karena itu, pengasuhnya dalam kata pengantar bertekad akan mengusahakan agar isi majalah ini enak dibaca.

Pada nomor perdana itu, Drs. Nugroho Notosusanto mengobrol tentang kota London. Edisi setebal 128 halaman itu diramaikan juga oleh Soe Hok Djin (kemudian menjadi Arief Budiman) yang berkisah tentang pengalamannya di Ubud, Bali. Tan Liang Tie dengan gayanya yang renyah berkisah tentang pelari maraton, Emile Zatopek.

Baru edisi nomor 5, Desember 1963, akhirnya majalah ini mulai berbaju.
Tetapi menjelang usia kedua, PK Ojong dan Jakob Oetama repot membidani adik Intisari
yang kelak jauh melebihi kakaknya, yaitu harian KOMPAS.
Pengelolaan Intisari pun pindah ke tangan Irawati.
Sudah sejak awal kisah tentang tokoh-tokoh dunia terjalin dengan kisah-kisah dari ranah sejarah (Perang Dunia II) atau arkeologi.

Penulis, seperti Asrul Sani, Pak Kasur, Mohammad Roem, Prof. Dr. Slamet Iman Santoso, Soe Hok Gie, Haryati Soebadio, dan Driyarkara SJ,



Edisi ulang tahun ke-45
hanya beberapa contoh nama yang telah atau bakal menjadi tokoh pada masa mendatang yang turut memeriahkan isi Intisari. Jangan pula dilupakan peran penulis tetap, seperti Tan Fay Tjhion (human interest), Tjiptono Darmaji (kedokteran), Siswadhie (kepurbakalaan), Slamet Soeseno (flora-fauna), dan Prof. HOK Tanzil (perjalanan).
(Disalin dari blog koleksitempodoeloe.blogspot.com dengan perubahan seperlunya)

 Wajah dan logo (tetap/tidak labil seperti logo jadul yang suka gonta-ganti tiap edisi)  INTISARI sebelum hari ini














































































Media of Indonesia
Media of Indonesia

This is a short biography of the post author. Maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec vitae sapien ut libero venenatis faucibus nullam quis ante maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar